Pengantar: fakta terukur Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 yang diundangkan pada 30 Juni 2025 memutakhirkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 dan menetapkan delapan program prioritas cepat. Dokumen resmi itu menetapkan sasaran makro yang direvisi—pertumbuhan ekonomi 5,3%, inflasi 2,5% ±1%, serta kurs antara Rp16.000–Rp16.900 per USD—dan menyertakan target rasio penerimaan negara naik menjadi 23% dari Produk Domestik Bruto (PDB). (Sumber: Perpres 79/2025; laporan media: CNBC Indonesia, detikFinance, Tintahijau)
Perubahan pokok yang tercantum Perpres 79/2025 mengemas delapan ‘Program Hasil Terbaik Cepat’ yang diperbarui. Perubahan paling signifikan yang mendapat sorotan publik adalah penambahan rencana kenaikan gaji bagi aparatur negara. Lampiran Perpres menyatakan secara eksplisit: “Keenam, menaikkan gaji ASN (terutama guru, dosen, tenaga kesehatan dan penyuluh), TNI/Polri dan pejabat negara.” (tercantum dalam lampiran Perpres; dilaporkan oleh detikFinance dan CNBC Indonesia).
Delapan program yang tercantum dalam lampiran Perpres 79/2025 adalah:
- Memberi makan bergizi gratis (MBG) di sekolah dan pesantren serta bantuan gizi untuk balita dan ibu hamil.
- Pemeriksaan kesehatan gratis, penuntasan kasus TBC, dan pembangunan rumah sakit lengkap berkualitas di kabupaten.
- Peningkatan produktivitas lahan pertanian melalui lumbung pangan desa, daerah, dan nasional.
- Pembangunan sekolah unggul terintegrasi di setiap kabupaten dan renovasi sekolah yang diperlukan.
- Pelanjutan dan penambahan program kartu kesejahteraan sosial serta kartu usaha untuk menanggulangi kemiskinan absolut.
- Kenaikan gaji ASN (terutama guru, dosen, tenaga kesehatan, penyuluh), TNI/Polri, dan pejabat negara.
- Penerusan pembangunan infrastruktur desa/kelurahan, BLT, dan penyediaan rumah murah bersanitasi bagi generasi milenial, Gen Z, dan masyarakat berpenghasilan rendah.
- Pendirian Badan Penerimaan Negara (BPN) serta peningkatan rasio penerimaan negara terhadap PDB menjadi 23%. (Sumber: Perpres 79/2025; rekap liputan media sebagaimana dikutip di sumber asal.)
Latar belakang dan dinamika kebijakan Perubahan ini merupakan pembaruan atas Perpres Nomor 109 Tahun 2024 tentang RKP 2025 dan selaras dengan Undang‑Undang Nomor 62 Tahun 2025 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Dengan memasukkan kenaikan gaji untuk grup yang lebih luas—tidak lagi hanya ASN sipil tetapi juga TNI/Polri dan pejabat negara—pemerintah menempatkan kebijakan remunerasi sebagai bagian dari paket prioritas sosial dan ketenagakerjaan.
Analisis implikasi
- Implikasi fiskal: Perlu ada estimasi kuantitatif tertulis mengenai beban jangka pendek dan jangka panjang dari kenaikan gaji ini. Penetapan target penerimaan 23% PDB menunjukkan upaya menutup kebutuhan fiskal melalui peningkatan penerimaan; namun, realisasi target tersebut mensyaratkan kebijakan perpajakan dan administrasi pajak yang lebih agresif serta keberhasilan pembentukan BPN.
- Prioritas distribusi: Menempatkan guru, tenaga kesehatan, dosen, dan penyuluh sebagai prioritas menunjukkan orientasi kebijakan pada sektor publik yang berkontribusi langsung terhadap pelayanan dasar. Namun, inklusi pejabat negara dan aparat keamanan membuka ruang perdebatan publik mengenai nilai tambah relatif dan persepsi keadilan fiskal.
- Risiko politik dan sosial: Kenaikan remunerasi untuk pejabat publik berpotensi memicu resistensi publik bila tidak disertai bukti peningkatan layanan publik. Transparansi perhitungan dan komunikasi manfaat (value for money) menjadi kunci legitimasi.
[Sumber asli versus tambahan]
- Konten di atas yang berupa kutipan, tanggal pengundangan, daftar program, dan target makro diambil dari Perpres Nomor 79 Tahun 2025 dan dilaporkan oleh media (CNBC Indonesia, detikFinance, Tintahijau) — ini adalah bagian dari bahan asli yang dipertahankan.
- Analisis fiskal, implikasi politik, serta rekomendasi teknis berikut adalah tambahan analitis penulis untuk membantu memahami konsekuensi kebijakan dan bukan bagian literal dari teks Perpres. (Ditandai sebagai Analisis tambahan)
Analisis tambahan (oleh penulis) Berdasarkan pengalaman studi perilaku kebijakan publik dan anggaran, sejumlah langkah perlu diprioritaskan:
- Penghitungan komprehensif biaya remunerasi baru yang dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan untuk menunjukkan dampak terhadap defisit, komposisi belanja pegawai, dan ruang fiskal program lain.
- Pendanaan bertahap dan mekanisme pengindeksan: jika kenaikan penuh akan menekan anggaran, pertimbangkan fase kronologis dan penggabungan dengan kriteria kinerja sektoral.
- Penguatan BPN harus disertai reformasi administrasi perpajakan, basis pajak yang lebih luas, dan penindakan penghindaran pajak untuk mendongkrak rasio penerimaan secara nyata.
- Transparansi dan komunikasi publik: jelaskan rasio manfaat biaya (cost‑benefit) dan indikasi peningkatan layanan yang diharapkan untuk mengurangi potensi resistensi sosial.
Kesimpulan dan rekomendasi singkat Perpres 79/2025 menandai pergeseran kebijakan yang signifikan dengan menggabungkan agenda remunerasi ke dalam paket prioritas RKP 2025 dan menetapkan target penerimaan negara yang lebih ambisius. Keberhasilan implementasi sangat bergantung pada: (1) akuntabilitas fiskal dalam memetakan biaya, (2) efektivitas pembentukan BPN dan reformasi perpajakan, serta (3) komunikasi publik yang transparan terkait manfaat kebijakan bagi pelayanan publik. Tanpa langkah‑langkah tersebut, kebijakan yang tampak pro‑kesejahteraan aparatur dapat memicu tekanan fiskal dan kegaduhan politik.
Sumber
- Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 (diundangkan 30 Juni 2025).
- Laporan media: CNBC Indonesia, detikFinance, Tintahijau (sebagai pengutip dan pelapor perubahan lampiran Perpres).